Bagaimana Mestinya Kredit Properti yang Islami Itu - Islam Solutif

Bagaimana Mestinya Kredit Properti yang Islami Itu

Bagaimana Mestinya Kredit Properti yang Islami Itu

Bagaimana Mestinya Kredit Properti yang Islami Itu

Banyak yang belum paham dengan sistem kepemilikian properti secara kredit yang syar'i. Setelah diterangkan, beberapa malah mengatakan, “La, kalau begitu, sama saja dengan perkreditan di bank biasa, dong!” Ini entah orang yang menerangkan kurang jelas, atau orang yang dijelaskan memang sulit untuk menerima.

Sohib Solutif, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Tanah (KPT), atau Apartemen (KPA) dengan sistem konvensional dan syariat sangatlah berbeda.

Dalam sistem syariat, tidak ada keterlibatan pihak ketiga, baik bank maupun lembaga keuangan lainnya. Pembeli hanya akan berhubungan dengan developer alias pengembang selaku pemilik barang. Dengan begini, mekanisme jual-beli menjadi jauh lebih sederhana dan murah.

Pembeli dan penjual menyepakati satu harga saja. Lalu harga tersebut dijadikan patokan hingga transaksi berakhir. Sebagai ilustrasi, disepakati harga rumah tipe 36/72 adalah 250 juta kalau dibayar tunai. Namun bila dibayar kredit selama lima tahun, harganya menjadi 320 juta dengan UM 100 jt. Maka sisa harganya, yaitu sebesar 220 juta dicicil selama 5 tahun atau 60 bulan.

Itu semua tertuang secara transparan di akad jual-beli. Secara syar'i, transaksi semacam itu insyaallah halal.

Perlu dicatat, penambahan harga properti yang dalam contoh di atas sebesar 70 juta bukanlah riba atau bunga, melainkan profit penjual (margin). Ini sesederhana si A kulak ote-ote 1.000 rupiah, kemudian dijual ke si B dengan keuntungan 500, sehingga harganya jadi 1.500 rupiah.

Lo, tetapi kredit bank juga jatuhnya segitu, terus apa bedanya?

Bedanya di akad, Sohib Solutif. Ingat, dalam Islam, semua tergantung akad atau niatnya.

Cara perkreditan yang islami seyogianya menggunakan akad jual-beli yang tunggal dan sesuai syariat. Sedangkan bank menggunakan akad ganda (jual-beli serta utang-piutang) yang terindikasi mengandung riba (ada ziyadah atau penambahan nilai utang), garar (tidak jelas atau ada yang disembunyikan), dan maysir (spekulasi atau untung-untungan).

Lebih detailnya, berikut ini ciri-ciri perkreditan syariat dan perbedaannya dengan perkreditan bank:

Tanpa Bank

Mencicil dengan prinsip syariat tidak perlu melibatkan bank selaku pihak ketiga. Sebab, sistem bank modern sejauh ini terbukti melenceng dari syariat Islam. Fungsi bank sebagai pemberi kredit akan diambil alih oleh pengembang properti. Sehingga, cukup dua pihak yang terlibat di sini.
  • Bank konvensional: Ada tiga pihak (pembeli, pengembang, dan bank)
  • Bank syariah: Ada tiga pihak (pembeli, pengembang, dan bank)
  • Developer syariah: Ada dua pihak (pembeli dan pengembang)

Tanpa Bunga

Bunga adalah elemen utama riba, maka tidak bisa tidak, bagian ini harus dieliminasi dalam sistem perkreditan syariah. Harga harus fix & flat sejak awal teken kontrak, dan tidak terombang-ambing oleh suku bunga seiring berjalannya kontrak. Tidak ada perubahan harga, biaya tersembunyi, atau “kejutan-kejutan” di tengah masa pembayaran nanti.
  • Bank konvensional: Ada bunga
  • Bank syariah: Tidak ada bunga
  • Developer syariah: Tidak ada bunga

Tanpa Denda

Denda juga merupakan elemen riba. Dalam sistem syariat murni, jika debitur terlambat membayar cicilan, harus ditelusuri dulu masalahnya. Kalau ada kesengajaan, memang perlu tindakan tegas. Namun, jika itu karena musibah seperti kena PHK, keluarga sakit, atau kecelakaan, pihak kreditur akan membantu. Entah cicilan ditangguhkan atau dipindahkan ke cicilan selanjutnya. Apapun itu, tidak boleh ada denda.
  • Bank konvensional: Ada denda sebagai pemasukan bank
  • Bank syariah: Ada denda, tetapi bank akan menyalurkan uang denda itu untuk kepentingan publik (misalnya membangun jalan, desa, dan sebagainya)
  • Developer syariah: Tidak ada denda

Tanpa Penyitaan

Jika terjadi kredit macet atau gagal bayar, pengembang tidak main rampas. Sesuai akad jual-beli, ketika pembeli sudah memberikan cicilan atau uangnya kepada penjual, maka hak kepemilikan sudah ada di pembeli, meski belum lunas. Hak developer bukan lagi unit properti itu, tetapi uang cicilannya. Pengembang akan fokus di sana. Akan ada diskusi kedua pihak. Paling mentok, solusinya properti diarahkan untuk dijual kepada orang lain secara tunai. Dengan begitu, utang pembeli awal bisa tertutupi, bahkan untung.
  • Bank konvensional: Jika gagal bayar, properti disita
  • Bank syariah: Jika gagal bayar, properti tidak disita
  • Developer syariah: Jika gagal bayar, properti tidak disita

Tanpa Agunan

Untuk mengajukan kredit di bank, kita sering dimintai jaminan atau agunan. Padahal, properti kemungkinan adalah harta terbesar seseorang. Bagaimana mungkin seseorang yang mau mencicil rumah, misalnya, memiliki aset yang senilai atau lebih tinggi dari rumah itu? Properti itu yang jadi agunan? Secara syar'i, ini tidak boleh.
  • Bank konvensional: Properti yang sedang dikredit jadi jaminan
  • Bank syariah: Properti yang dikredit jadi jaminan
  • Developer syariah: Tidak mensyaratkan jaminan

Tanpa Akad Batil

Akad antara pembeli dan pengembang harus murni jual-beli istishna (pesan atau indent untuk dibangunkan) jika unit properti belum tersedia atau jual-beli kredit jika unit rumah sudah tersedia. Tidak ada akad lain, seperti sewa-menyewa. Karena dalam satu transaksi, memang tidak boleh ada dua akad. Kalau terjadi, maka itu batil.
  • Bank konvensional: Akad sewa dan jual beli
  • Bank syariah: Akad jual-beli
  • Developer syariah: Akad jual-beli

Mudah, Tanpa BI Checking

Pengembang syariah tetap akan mengecek calon debitur, sebagai prosedur keamanan perusahaan. Namun, hampir tidak ada Bank Indonesia (BI) Checking dan aspek bankable yang rumit. Terkadang, developer hanya memeriksa buku tabungan calon pembeli. Pembeli yang manula, pengusaha kecil, atau bukan karyawan tetap pun berkesempatan mendapatkan kredit.
  • Bank konvensional: Ada BI Checking
  • Bank syariah: Ada BI Checking
  • Developer syariah: Tidak ada BI Checking

Tidak ada Asuransi

Sohib Solutif, dalam sistem syariat, hindarilah menggunakan asuransi apapun. Karena asuransi adalah produk haram yang di dalamnya terdapat riba, garar, maysir, dan hal-hal lain yang dikhawatirkan merusak keberkahan proses jual-beli.
  • Bank konvensional: Ada asuransi
  • Bank syariah: Ada asuransi, meskipun katanya “asuransi syariah”
  • Developer syariah: Tidak ada asuransi

Lihatlah, Sohib Solutif, bahkan bank syariah pun sebenarnya belum benar-benar islami. Maka jika Anda hendak mengkredit satu atau beberapa unit properti, lebih baik tidak usah melibatkan bank. Ajukan saja sistem pembayaran kredit ke pengembangnya langsung.

Sebisa mungkin, berjualbelilah dengan pengembang yang mau menjalankan prinsip-prinsip Islam dalam berbisnis. Jangan khawatir, sudah mulai banyak pengembang atau developer syariah di Indonesia. Di luar Jawa sekalipun!

Namun yang terbaik, tetaplah membeli properti secara cash. Hidup tanpa utang, itulah ajaran agung Baginda Rasulullah. Semoga kita semua dimampukan mengikuti gaya hidup tersebut, Allahuma aamiin.

- Penulis: Brahmanto Abu Hanifa
Please write your comments