Sudah pasti Anda mengenal Imam Bukhari. Rujukan hadis-hadis sahih lahir berkat kesabaran, ketelitian, dan akurasi beliau mengumpulkan dan merapikan perkataan-perkataan penting Rasulullah. Namun, Sohib Solutif, tahukah Anda siapa beliau? Tahukah Anda, Imam Bukhari sempat menjadi tunanetra? Bila belum tahu, mari mengenalnya lebih dekat.
Beliau lahir pada Jumat, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M) di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah, dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari. Islam adalah agama baru bagi keluarga beliau.
Kakeknya, Badrdizbah, merupakan penganut Zoroaster. Baru pada generasi moyang (ayah dari kakek), keluarganya mulai mengenal Islam. Tepatnya sejak Al-Mughirah menerima Islam dari Gubernur Bukhara, Yaman Al-Ju'fiy. Anak, cucu, dan cicitnya kemudian menjadi muslim yang taat dan giat mempelajari agama.
Ayah Imam Bukhari, Ismail, adalah seorang peneliti hadis. Maka tidak heran bila kemampuan dan pengetahuan yang luas itu menurun ke Imam Bukhari.
Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa Ismail adalah seorang warak atau muslim yang berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat syubhat, apalagi haram. Ayah Imam Bukhari tersebut ulama besar bermadzhab Maliki. Sayang, beliau wafat saat Bukhari masih kecil.
Selain menjadi anak yatim, Bukhari juga buta sejak lahir. Namun alhamdulillah, menjelang usia 10 tahun, Allah menganugerahinya penglihatan.
Dari anugerah itu, semangat beliau semakin mengkristal. Dalam usia 16 tahun, beliau sudah menguasai buku-buku seperti al-Mubarak dan al-Waki. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama hadis yang terpandang di kota itu.
Pada usia 16 juga, beliau bersama keluarganya mengunjungi Mekkah dan Madinah. Di kedua kota suci itu, Bukhari muda mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadis.
Lalu pada usia 18 tahun, beliau pun telah menerbitkan kitab pertamanya, Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama dengan gurunya, Syekh Ishaq, Bukhari menghimpun hadis-hadis shahih dalam satu kitab. Dari sejuta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi, mereka saring lagi menjadi 7.275 hadis. Beberapa guru beliau dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu, Sohib Solutif, terdapat 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam kitab Sahih-nya.
Reputasi itu terus berlanjut. Hingga akhirnya Imam Bukhari menjadi ahli hadits termasyhur di seluruh penjuru dunia, bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Hadis-hadis yang beliau arsipkan memiliki derajat yang tinggi.
Kenapa Bukhari Dipercaya Sebagai Ahli Hadis Sahih
Keistimewaan Bukhari selain pemahaman agamanya tinggi, daya ingatnya juga luar biasa. Kakaknya, Rasyid bin Ismail, menceritakan Bukhari muda pernah mengikuti kuliah dari cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah mencatat. Beliau sering dicela karena kebiasaannya yang terkesan meremehkan itu. Namun Bukhari diam saja.Sampai suatu hari, karena kesal, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Kemudian beliau membacakan secara tepat materi-materi kuliah tersebut. Ternyata, Bukhari ingat di luar kepala 15.000 hadis, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Cerita itu baru sekelumit saja tentang tantangan beliau sebelum orang-orang menjulukinya Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadis).
Saat sedang berada di Bagdad, Bukhari juga pernah didatangi oleh 10 ahli hadis yang ingin menguji beliau. Sepuluh ulama itu mengajukan 100 hadis yang sengaja diputarbalikkan. Namun ternyata, Imam Bukhari mampu mendeteksi secara tepat masing-masing hadis yang salah, lalu membacakan hadis yang benar. Itu semua dilakukan di luar kepala.
Masyaallah!
Pantaslah bila hingga hari ini, kitab-kitab beliau dijadikan rujukan para ulama. Termasuk, kita semua yang perlu petunjuk mengenai hadis-hadis yang tergolong sahih.