Penyakit COVID-19 sedang mewabah di planet ini. Termasuk di Indonesia. Pemerintah Pusat yang awalnya meremehkan kedigdayaan virus korona akhirnya harus membayar mahal segalanya. Sebagaimana diberitakan beberapa minggu yang lalu, ketika negara-negara maju menerapkan standar ketat, bahkan melarang kedatangan pelancong, Indonesia malah mempersilakan. Bahkan berencana membayar pendengung (buzzer) untuk mempromosikan Indonesia.
Saat tulisan ini dibuat, sudah tercatat 117 kasus korona. Sebanyak 104 positif, 5 telah meninggal, dan 8 berhasil disembuhkan. Salah satu yang positif terkena adalah Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya.
Reaksi yang lebih baik justru datang dari Pemerintah Daerah (Pemda) DKI. Gubernur Anies Baswedan sigap melarang acara yang melibatkan kerumunan orang banyak (termasuk pertandingan yang paling populer di mata rakyat: Sepakbola Liga 1), menutup sejumlah lokasi wisata yang dikelola Pemda DKI, meliburkan sekolah-sekolah, membuka data pesebaran penderita korona di DKI secara transparan, dan bersedia menutup biaya perawatan warganya yang terjangkit COVID-19 jika BPJS tidak mengovernya.
Sayangnya, kebijakan "kerja/sekolah di rumah" ini justru dimanfaatkan oleh sebagian oknum untuk liburan atau mudik. Bukankah dengan begini, virus korona akan lebih mudah menyebar ke luar (dan nanti ke dalam DKI)? Ini akan semakin menyulitkan Pemda, bahkan bisa-bisa bukan cuma DKI, dalam memitigasi penyebaran wabah.
Padahal, menurut Islam, standar tindakan (SOP) jika terjadi pandemik semacam ini sudah jelas.
Dari Aisyah RA, ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang wabah penyakit. Rasulullah memberitahuku, 'Wabah penyakit adalah azab yang diutus Allah kepada orang-orang yang Ia kehendaki. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. Jika terjadi suatu wabah penyakit, ada orang yang menetap di negerinya, ia bersabar, hanya berharap balasan dari Allah. Ia yakin bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi kecuali sudah ditetapkan Allah. Maka ia mendapat balasan seperti mati syahid." (HR. Bukhari)
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam juga pernah mengingatkan umatnya untuk tidak mendekati area yang terdampak, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis ini:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَاJadi, isolasi, lock down, atau karantina sebenarnya sudah sesuai dengan prosedur Islam. Namun, jika pemda Anda belum menerapkan prosedur itu, tidak perlu protes dan marah-marah juga, Sohib Solutif.
"Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Namun, jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)
Jangan bersuuzan. Asumsikan saja mereka memiliki pertimbangan-pertimbangan manfaat-mudarat yang lebih kompleks daripada yang kita bayangkan sebagai warga biasa. Cukup kita mengarantina diri kita dan keluarga semampu kita.
Namun, bila pemda Anda sudah memberlakukan prosedur ini, bahkan meliburkan setengah kegiatan warganya juga, jangan manfaatkan untuk hal-hal lainnya. Diam dan lakukan saja kegiatan-kegiatan produktif di rumah. Lakukan ini demi diri Anda sendiri, keluarga Anda, juga masyarakat Indonesia secara umum.
Bisa, kan?
Sebenarnya, ada tiga lagi SOP khas Islam yang dapat menolong kita dari wabah korona, Sohib Solutif. Apa itu? Selalu berwudu (menjaga kebersihan), berdoa, dan bertawakal.
- Penulis: Karina