Perekonomian sedang lesu. Apa-apa mahal, harga-harga naik. Menghemat adalah cara yang logis bagi hamba Allah untuk bisa bertahan. Namun pernahkah Anda bertanya-tanya, Sohib Solutif, kenapa gaji atau penghasilan seperti begitu mudahnya menguap padahal sudah berhemat?
Alhamdulillah, kalau belum pernah. Tetapi kalau pernah, atau bahkan sering, berarti ada yang salah dalam perilaku Anda mengelola uang. Salah di mananya? Mungkin di tiga hal ini....
1. Penghasilan Naik, Belanja Ikut Dinaikkan
Saat Anda naik gaji atau katakanlah mendapat rezeki lebih yang tidak disangka-sangka, wajarlah bila ingin meningkatkan standar hidup. Ini dibeli, itu diperbaiki, dan seterusnya.Tidak ada larangan untuk itu. Namun, ketahuilah batas-batasnya. Ketahuilah perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, juga mana yang penting (important) dan genting (urgent).
- Penting dan genting: beli! Misalnya, ponsel Anda rusak, padahal Anda mencari uang melalui ponsel itu.
- Penting tetapi tidak genting: sebisa mungkin, tunda dulu! Misalnya, Anda butuh berlibur. Ini perlu untuk menyegarkan pikiran Anda. Sayangnya, bulan-bulan ini sedang banyak pengeluaran.
- Genting tetapi tidak penting: jangan dibeli! Misalnya, ada diskon 70% untuk baju-baju bagus, tetapi diskon itu hanya berlaku hari ini. Anda buka lemari, eh, baju-baju yang layak masih banyak.
- Tidak penting dan tidak genting: 100% jangan dibeli! Misalnya, ada konser musik band legendaris di kota Anda. Harga tiketnya tidak terlalu mahal. Band ini idola Anda sewaktu belum memutuskan hijrah dulu.
Rugi, Sohib Solutif, kalau Anda terlalu fokus pada hari ini tanpa mempertimbangkan hari esok. Apalagi bila Anda merasa masih muda. “Ah, aku kan masih 22 tahun, nanti saja mulai menabung. Kalau sudah 30 tahun ke atas saja mulai beli emas atau tanah.” Padahal, tidak ada kata “terlalu cepat” untuk menabung.
Begitu mendapatkan penghasilan, berapapun itu, segera ambil 30% untuk ditabung dan diinvestasikan. Lalu, fokuslah untuk membayar tagihan-tagihan.
Jadi, Anda menabung bukan dengan sisa uang, melainkan dengan perencanaan keuangan. Sisa uangnya, baru Anda pakai untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Anda.
Bagaimana dengan zakat? Jangan dipikirkan dulu. Karena zakat itu masih harus dihitung nisab (batas minimal) dan haul (masa kepemilikan) dulu. Dengan kata lain, menunggu satu tahun kamariah dulu. Hanya, jangan lupa, catatlah semuanya dengan rapi!
2. Tidak Memiliki Catatan Keuangan
Nah, ini perilaku buruk berikutnya. Secara logika, pantas saja bila kita merasa heran, uang kita selalu bocor. Catatan pemasukan dan pengeluaran saja tidak punya, bagaimana mungkin kita menyelidiki “kebocoran” harta?Catatan keuangan dapat memberi tahu kita di sektor mana terjadi kebocoran. Mungkin di sektor traveling (Anda terlalu sering naik gunung dan touring, misalnya), kuliner (Anda bulan ini bolak-balik makan di restoran dan mentraktir klien, umpamanya), pulsa telepon dan internet, atau lainnya.
Berangkat dari informasi di catatan keuangan, Anda bisa mengantisipasinya supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ ÙŠُÙ„ْدَغُ الْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ُ Ù…ِÙ†ْ جُØْرٍ ÙˆَاØِدٍ Ù…َرَّتَÙŠْÙ†ِ
“Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari no. 6133 dan Muslim no. 2998)
Catatan keuangan juga dapat diandalkan untuk mengamati performa keuangan Anda dari bulan ke bulan dan tahun ke tahun. Dengan begitu, seandainya Anda mau membuka bisnis, menikah, atau punya hajat-hajat besar lain, Anda lebih mudah memprediksinya.
Di samping itu, tentu saja, catatan keuangan akan membantu Anda menghitung zakat mal. Mau tahu mana saja harta yang sudah dimiliki selama setahun kamariah (haul) dan mana yang belum, mana yang utang dan mana yang milik sendiri, mana yang termasuk objek zakat dan mana yang bukan? Buka saja catatan keuangan Anda.
Jangan bayangkan yang membuat catatan keuangan hanya orang akuntansi atau harus paham ekonomi. Tidak perlu! Siapapun bisa. Buat saja dua kolom: satu pemasukan, satu pengeluaran. Setiap ada pemasukan atau pengeluaran, catat di kolom yang tepat. Nanti, jumlahkan masing-masing kolom. Lalu kurangkan kolom pemasukan dengan pengeluaran. Kalau hasilnya minus, berarti Anda besar pasak daripada tiang.
Tidak perlu menghitung semua ini secara manual dengan kalkulator. Zaman sudah canggih, program-program komputer seperti Excel, LibreOffice Calc, atau aplikasi-aplikasi ponsel Android gratisan bisa Anda unduh untuk membantu pencatatan keuangan ini. Yang perlu Anda lakukan adalah mempelajarinya sebentar. Iqra'!
3. Kemasukan Rezeki yang Tidak Berkah
Bukan bermaksud menuding, ini hanya contoh. Misalnya, Anda mendapat uang dari hasil mengakali (mark up) anggaran di kantor, menerima amplop (sogokan), atau memaksa seorang teman memberi uang atas jasa yang telah Anda lakukan (padahal tidak ada akad dan teman Anda tidak ikhlas). Ini tentu jatuhnya adalah uang-uang haram.Karakter uang haram, ia cepat datang dan cepat pergi. Wajar saja bila keuangan Anda, meskipun terlihat besar pemasukannya, tetapi pengeluarannya selalu juga besar. Bahkan mungkin lebih besar.
Riba termasuk uang semacam ini. Hati-hati, di dalamnya mencakup bunga bank, deposito, bunga pertemanan (Anda meminjamkan uang ke teman lalu meminta tambahan ketika pengembalian), dan seterusnya. Semampunya, jauhkan diri Anda dari uang-uang hasil riba.
Tetapi, bagaimana kalau tidak bisa menghindarinya?
Ada sebagian ulama yang menyarankan uangnya “dibuang” untuk pembangunan fasilitas umum. Namun ada juga yang mengatakan, uang hasil riba tidak bisa diapa-apakan, dosa besarnya tidak bisa dibersihkan atau dinetralkan dengan “membuangnya” ke manapun. Makanya, lakukan tobat nasuha dan bertekadlah untuk jangan sekali-kali memakan harta riba lagi.
Wallahu'alam.
Begitulah tiga penyebab yang membuat Anda boros dan sulit berhemat, Sohib Solutif. Mari sama-sama mengkaji ulang perilaku kita dalam menggunakan uang, supaya hidup terasa lebih tenang dan berkah.
- Penulis: Brahmanto Abu Hanifa