Fase Transisi Menjelang Kepikunan Lansia - Islam Solutif

Fase Transisi Menjelang Kepikunan Lansia

Fase Transisi Menjelang Kepikunan Lansia


Tahukah Anda, Sohib Solutif, memasuki tahap pikun, perangai seorang manusia lanjut usia (lansia) akan berubah drastis. Beliau mungkin masih bisa membaca, mengobrol dengan jawaban-jawaban yang relevan, juga masih ingat hal-hal besar. Namun, jangan kaget kalau mulai muncul perangai-perangai yang ajaib.

Contohnya, beliau selalu mencari kesalahan-kesalahan orang di sekitarnya. Segala yang dilakukan orang lain seperti tidak ada yang benar. Pasti dikritiknya. Baru pulang rumah, langsung menuduh, “Jemuran pasti belum kamu angkat, ya!” Atau, “Sudah masak? Pasti belum kamu kasih kaldu ayam, ya!”

Luar biasa. Tanpa melihat keadaan, sudah bisa mengambil kesimpulan!

Namun, begitulah. Terkadang, beliau bersikap seperti itu hanya untuk membuktikan kepada dirinya sendiri dan orang lain, bahwa dia masih yang paling benar, paling pandai, dan paling tahu.

Perilaku ajaib lainnya, beliau merasa orang lain sedang membicarakannya, curiga orang lain mencuri barangnya (mulai dari uang, makanan, kunci, sampai benda-benda remeh sekalipun), atau suka mengarang cerita bohong. Peristiwanya fiktif, tetapi dibuat seolah-olah terjadi. Biasanya, inti ceritanya, orang lain berbuat jahat kepadanya.

Yang lebih menguji kesabaran, sikap pemberontaknya. Pada satu titik, lansia yang akan menderita kepikunan tidak mau diatur. Disarankan pergi ke kanan, malah sengaja ke kiri. Diminta mengenakan diaper demi kebaikannya saja, kita harus bertengkar dulu.

Harap bersabar, proses ini mungkin terjadi selama bertahun-tahun. Mungkin hingga sepuluh tahun. Dari mulai pikunnya tidak kentara, sampai akhirnya masuk kategori pikun.

Namun setelah masuk ke tahap pikun, perangai beliau akan berubah lebih tenang. Menjadi seperti anak manis, penurut, dan selalu tertawa. Sudah lenyap segala sifat ajaibnya. Ironisnya, pada saat itu, justru banyak dari kita yang kurang sabar dan pelan-pelan malah meninggalkan beliau.

Kenapa Banyak Lansia Diabaikan?

Banyak lansia yang tidak dipedulikan oleh keluarganya. Ada yang sudah “dikeluarkan” dari rumah, ada yang masih tinggal satu rumah tetapi sudah tidak dipedulikan sama sekali. Ada yang cuma diserahkan suster.

Kenapa kita bisa sekejam itu? Bisa jadi, karena:
  • Kita lebih memilih larut dalam pekerjaan duniawi
  • Beliau pernah menyakiti hati kita
  • Beliau pernah mengecewakan kita
  • Beliau pernah melakukan kesalahan yang memalukan keluarga
  • Beliau orang yang sulit dan menjengkelkan
Apapun itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memercayakan kelangsungan hidup dan rezeki beliau kepada kita, terutama anak-anak kandungnya. Apakah kita berani mengabaikan amanat ini?

Ingat, beliau orang tua kita. Gen kita menurun darinya. Jadi, doyong dan keriput beliau saat ini adalah gambaran dari doyong dan keriput kita pada masa depan. Kita mengabaikan beliau, dengan mudah kita akan dibalas ketika lansia nanti (seandainya kita diberi umur sampai tua), kemungkinan besar oleh anak-anak kita sendiri. Nauzubillah.

Maka sebelum itu terjadi, tanamlah amal baik kepada orang tua kita. Biarlah anak-anak kita menyaksikan bagaimana kita melayani orang tua, kakek-nenek mereka, dengan sabar. Kelak, itulah yang akan mereka ingat tentang bagaimana merawat orang tua. Kelak, cara itulah yang mereka tiru untuk memperlakukan orang tuanya, yaitu kita.

“Namun, bukankah dengan memberi makan dan menggaji suster untuk merawat juga merupakan bakti kita? Karena, itu berarti kita peduli dengan kesehatan dan kesejahteraan orang tua?”

Tidak, Sohib Solutif. Kebutuhan fisik, mungkin iya. Namun bagaimana dengan kebutuhan-kebutuhan lansia lainnya?

Orang yang sudah berusia senja sejatinya merasa sedih dan galau. Sedih karena tidak lagi punya teman bicara yang setara, merasa ditinggalkan, tidak lagi berperan di lingkungannya, dianggap beban keluarga, dan sebagainya. Galau karena sadar jalan di depannya adalah jalan menurun, yang semakin lama semakin gelap dan tidak mengenakkan, sebelum akhirnya nyawa dicabut dari raga.

Banyak sekali kesedihan serta kegalauan itu. Saking banyaknya beban batin itu, bila Allah memberinya pikun, rasanya itu adalah anugerah terbaik bagi beliau… :'(

Bersabar dan Berempati

Sebelum gejala-gejala pikun tampak, seorang lansia sebenarnya sudah merasa ada penurunan kemampuan. Beliau juga berusaha memeranginya, bila perlu menyangkalnya dan menutupinya supaya orang lain tidak tahu.

Itulah latar belakang sikap-sikap ajaib yang muncul. Beliau ingin dianggap masih sehat, masih benar, masih tahu segalanya, dan masih mampu melakukan apa saja.

Sebuah mekanisme pembelaan diri yang wajar, bukan? Terutama bila lansia itu sebelumnya seseorang yang sangat kompeten dan disegani di lingkungan sosialnya. Seorang lansia yang sebelumnya tidak terlalu kompeten, dengan kata lain bukan orang “besar”, justru tidak mengalami masa transisi seajaib ini.

Yang perlu digarisbawahi, Sohib Solutif, bila kita menghadapi lansia yang masih normal tetapi perangainya berubah ajaib, ketahuilah bahwa beliau sudah akan pikun. Pahami ini dulu, supaya kita tidak stres menghadapi beliau. Berikutnya, kita bisa menyusun siasat untuk mengantisipasinya, supaya ada win-win solution selama fase transisi ini.

Percayalah, beliau tidak bermaksud menyulitkan hidup kita. Jangan dimusuhi, dicueki, atau malah dipermainkan. Ini ujian kesabaran bagi kita. Jaga, dampingi, dan rawat beliau baik-baik supaya sehat selalu serta terus bahagia di sisa umurnya.

Setelah fase ini berlalu, beliau benar-benar masuk ke tahap pikun, tahap ketika bahkan anak kandungnya pun akan dianggap orang asing. Saat itu terjadi, beruntunglah kita yang masih punya kesempatan dan kehormatan untuk merawat beliau sebagaimana beliau merawat kita sewaktu kecil dulu.


- Penulis: Karina
Please write your comments